TEKNOLOGI – Mantan CEO Google, Eric Schmidt akui kesalahan pada WFH, baru-baru ini menciptakan gelombang kontroversi setelah pernyataannya mengenai work from home (WFH) dan dampaknya terhadap posisi Google dalam perlombaan kecerdasan buatan (AI).
Dalam kuliah umum yang disampaikan di Stanford University, Schmidt menyatakan bahwa kebijakan WFH telah membuat Google kalah saing dalam pengembangan AI dibandingkan dengan startup yang lebih agresif.
Pernyataan ini tidak hanya memicu reaksi keras dari berbagai kalangan tetapi juga memaksa Schmidt untuk mengakui kesalahan dalam komentarnya.
Dalam kuliah yang diadakan pada 13 Agustus 2024, Schmidt menyebutkan bahwa keputusan Google untuk menyeimbangkan kehidupan kerja dan fleksibilitas WFH sebagai prioritas utama telah mengakibatkan perusahaan tersebut kalah saing dalam bidang AI.
Ia menyatakan bahwa startup dapat lebih unggul dalam inovasi karena pekerjanya bekerja lebih keras di kantor, dibandingkan dengan kebijakan Google yang memungkinkan karyawan untuk bekerja dari rumah dan hanya datang ke kantor satu hari dalam seminggu.
Pernyataan Schmidt disampaikan setelah Profesor Erik Brynjolfsson, yang dikenal dengan penilaiannya terhadap AI, mengungkapkan bahwa Anthropic dengan model AI-nya, Claude, menjadi yang terbaik pada bulan Juli lalu.
Brynjolfsson bertanya kepada Schmidt tentang alasan di balik Google yang dianggap kalah dalam perlombaan tersebut. Schmidt menjawab bahwa keputusan untuk memprioritaskan keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi lebih awal dibandingkan dengan kerja keras yang dilakukan oleh startup, telah menyebabkan Google tertinggal.
Tanggapan Publik tentang Schmidt Akui Kesalahan Pada WFH
Reaksi terhadap pernyataan Schmidt datang cepat dan keras. Banyak pengguna media sosial, terutama di platform X (dulu Twitter), mengkritik pandangan Schmidt yang dinilai tidak adil. Salah satu pengguna dengan handle @rambalinwreck menulis, “Oh ya. Memang salah karyawan.
Bukan manajemen yang seharusnya bertanggungjawab untuk mengatur proyek dan pekerja. Seperti penghindaran.” Kritik ini mencerminkan pandangan bahwa Schmidt seharusnya tidak menyalahkan karyawan secara langsung, tetapi lebih kepada manajemen yang bertanggung jawab untuk mengelola proyek dan memotivasi karyawan.
Sementara itu, pengguna lain dengan handle @LainieEKC berpendapat, “Saat saya WFH, saya bekerja dua kali lipat lebih lama dibanding di kantor! Pemimpin malas yang tidak kompeten yang sebenarnya membuat produktivitas menurun! Mengatur karyawan WFH memang tidak mudah, tapi sepadan.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa banyak pekerja merasa bahwa kebijakan WFH tidak selalu mengurangi produktivitas dan bahkan bisa meningkatkan jam kerja mereka.
Sebagai tanggapan terhadap kontroversi ini, Schmidt kemudian mengakui bahwa pernyataannya mungkin kurang tepat. Dalam sebuah email kepada Wall Street Journal, Schmidt menyatakan, “Saya salah bicara tentang Google dan jam kerja mereka. Saya menyesali kesalahan saya.” Pernyataan tersebut diambil setelah video kuliah yang memuat komentar Schmidt dihapus dari YouTube atas permintaan Schmidt.
Serikat pekerja karyawan Google dan anak perusahaan Alphabet, yaitu Alphabet Workers Union, juga memberikan tanggapan terhadap pernyataan Schmidt.
Mereka mengklaim bahwa opsi bekerja secara fleksibel bukanlah alasan utama di balik penurunan produktivitas di Google. Dalam sebuah unggahan di X, mereka mencatat bahwa masalah sebenarnya meliputi kekurangan karyawan, perubahan prioritas, PHK yang terus-menerus, upah yang stagnan, dan kurangnya tindak lanjut manajerial terhadap proyek.
“Kekurangan karyawan, perubahan prioritas, PHK terus-menerus, upah yang stagnan, dan kurangnya tindak lanjut manajemen terhadap proyek, faktor-faktor ini lah yang sebenarnya memperlambat pekerja Google setiap hari,” tulis mereka.
Pernyataan Schmidt menyoroti ketegangan yang berkembang antara kebijakan kerja modern dan ekspektasi tradisional mengenai jam kerja. Di satu sisi, ada dorongan untuk fleksibilitas kerja yang dianggap meningkatkan kesejahteraan dan retensi karyawan.
Di sisi lain, ada keyakinan bahwa inovasi dan produktivitas memerlukan keterlibatan yang lebih intensif dan langsung di tempat kerja.
Kritik yang dihadapi Schmidt juga menunjukkan bagaimana perubahan dalam cara kerja dapat mempengaruhi persepsi terhadap produktivitas dan keberhasilan perusahaan.
Di tengah perdebatan ini, muncul pertanyaan besar tentang bagaimana perusahaan besar seperti Google bisa mengimbangi antara fleksibilitas kerja dan kebutuhan untuk tetap kompetitif di pasar teknologi yang cepat berubah.
Dengan pengakuan kesalahannya, Schmidt mencoba meredakan kontroversi, tetapi diskusi mengenai dampak kebijakan WFH terhadap produktivitas dan inovasi tetap relevan.
Bagaimana perusahaan-perusahaan teknologi besar mengelola kebijakan kerja mereka di masa depan akan menjadi hal penting yang perlu diperhatikan, terutama dalam konteks persaingan yang ketat di industri AI.